Selasa, 03 Juli 2012

Pendaftaran Obyek dan Subyek PBB



Pendaftaran Objek dan Subjek PBB
Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti-bukti pendukung seperti :
  • sketsa/denah objek pajak;
  • fotokopi KTP dan NPWP;
  • fotokopi sertifikat tanah;
  • fotokopi akta jual beli;
  • atau bukti pendukung lainnya.
Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet dengan mencetak langsung dari tautan ini.
Pendataan Objek dan Subjek PBB
Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak denganmenggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurangkurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan.
Pendataan dapat dilakukan dengan cara:
  1. Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP:
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta, daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil.
  1. Identifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP tetapi tidak mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.
  1. Verifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP dan mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.
  1. Pengukuran Bidang Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan dan atau peta garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif OP
.
Sanksi
Barangsiapa karena kealpaannya :
  1. tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;
  2. menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang.
Barangsiapa dengan sengaja :
  1. tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;
  2. menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
  3. memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
  4. tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;
  5. tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;
Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang.

Penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP



Penghapusan NPWP dan Persyaratannya
1.     WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akte kematian atau laporan kematian dari instansi yang berwenang;
2.     Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;
3.     Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;
4.     WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
5.     Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
6.     WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
Pencabutan Pengukuhan PKP
1.     PKP pindah alamat;
2.     WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi;
3.     PKP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.
Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan melalui proses pemeriksaan.

Prosedur WP Pindah dan Tata Cara Perubahan Identitas WP


Wajib Pajak Pindah
Dalam hal WP pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, WP agar melaporkan diri ke KPP lama maupun KPP baru dengan ketentuan:
1.     Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan
Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi yang berwenang (Lurah atau Kepala Desa)
2.     Wajib Pajak Orang Pribadi non usaha
Surat keterangan tempat tinggal baru dari lurah atau Kepala Desa, atau surat keterangan dari pimpinan instansi perusahaannya.
3.     Wajib Pajak Badan.
Pindah tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha; adalah surat keterangan tempat kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa.
Tata cara Perubahan Identitas Wajib Pajak dan Pemindahan Wajib Pajak dan PKP
1.     Wajib Pajak dan/atau PKP harus mengisi Formulir Permohonan Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah atau Formulir Permohonan Perubahan Data dan PKP Pindah secara lengkap dan jelas. Dalam hal Wajib Pajak membutuhkan bantuan dalam mengisi formulir tersebut dapat menanyakan kepada Petugas Pendaftaran Wajib Pajak.
2.     Wajib Pajak dan/atau PKP menyerahkan Formulir Permohonan Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah atau Formulir Permohonan Perubahan Data dan PKP Pindah yang telah diisi secara lengkap dan jelas serta di tandatangani Wajib Pajak dan/atau PKP atau kuasanya kepada Petugas Pendaftaran Wajib Pajak.
3.     Dalam hal formulir permohonan sebagaimana dimaksud pada butir 1 belum diisi secara lengkap, Petugas Pendaftaran Wajib Pajak mengembalikan formulir kepada pemohon untuk dilengkapi.
4.     Wajib Pajak dan/atau PKP menerima Bukti Penerimaan Surat (BPS) yang ditandatangani oleh Petugas Pendaftaran Wajib Pajak setelah Formulir Permohonan Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah atau Formulir Permohonan Perubahan Data dan PKP Pindah diisi secara lengkap.
5.     Dalam hal Wajib Pajak dan/atau PKP mengajukan pindah melalui KPP Baru, KPP Baru meneruskan Permohonan Pindah ke KPP Lama untuk ditindaklajuti oleh KPP Lama.
6.     KPP Lama menerbitkan Surat Pindah paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan secara lengkap dan diberikan kepada Wajib Pajak dan/atau PKP terdaftar serta ditembuskan ke KPP Baru.
7.     KPP Baru menerbitkan SKT dan/atau SPPKP dan Kartu NPWP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya tembusan Surat Pindah dari KPP Lama.
8.     KPP Lama menerbitkan Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan SPPKP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya tembusan SKT dan/atau SPPKP dari KPP Baru.
9.     Dalam hal Wajib Pajak dan/atau PKP terdaftar mengajukan permohonan perubahan data, KPP menerbitkan SKT dan/atau SPPKP dan Kartu NPWP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
10.   Setelah menerbitkan SKT dan Kartu NPWP serta SPPKP, Kepala Kantor dalam jangka waktu paling lama 1 tahun menugaskan petugas konfirmasi lapangan untuk melakukan konfirmasi lapangan dengan prioritas sesuai tingkat resiko Wajib Pajak Baru dalam rangka membuktikan kebenaran pengisian formulir/data yang disampaikan Wajib Pajak.
11.   Dalam hal hasil konfirmasi lapangan menunjukkan bahwa data yang disampaikan oleh Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar tidak benar, KPP menerbitkan Surat Penghapusan NPWP, Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan SPPKP secara jabatan untuk disampaikan kepada Wajib Pajak dan/atau PKP.
12.   Dalam hal tempat tempat tinggal atau tempat kedudukan usaha dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dan/atau PKP di wilayah KP4/KP2KP yang tidak sekota dengan KPP, Kepala KPP dapat meminta bantuan KP4/KP2KP untuk membuktikan kebenaran data yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan/atau PKP.
13.   Dalam hal KPP menerima permohonan perubahan data yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan/atau PKP melalui KP4/KP2KP, KPP menindaklanjuti sebagaimana angka 9.

Tata Cara Pendaftaran melalui elektronik



Pendafataran NPWP dan PKP Melalui Elektronik (Elektronic Registration)
Pendaftaran NPWP dan PKP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik yaitu melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id. Wajib Pajak cukup memasukan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP. Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui internet:
1.     Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id;
2.     Selanjutnya anda memilih menu e-reg (electronic registration);
3.     Pilih menu “buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta ;
4.     Setelah itu anda akan masuk ke menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang anda miliki;
5.     Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut beserta Formulir Registrasi Wajib Pajak Orag Pribadi sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
6.     Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirimkan/sampaikan langsung bersama SKT sementara serta persyaratan lainnya ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang tertera pada SKT sementara anda. Setelah itu anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.

Tata Cara Pendaftaran melalui KPP


Setiap Warga Negara Indonesia yang mempunyai penghasilan diatas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Untuk dapat melihat informasi tersebut, Wajib Pajak dapat mengasksesnya melalui website Direktorat Jenderal Pajakhttp://www.pajak.go.id dengan mengklik Petunjuk “3M” Mendaftar.

Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik yaitu melalui internet disitus Direktorat Jenderal Pajak dengan alamathttp://www.pajak.go.id dengan mengklik e-registration (pendaftaran Wajib Pajak melalui internet), dimana Wajib Pajak cukup memasukan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP. Selanjutnya dapat mengirimkan melalaui pos fotokopi data pribadi tersebut ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak.

Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP serta Pelaporan dan Pengukuhan PKP
Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan:

Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan:
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau foto kopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.

Untuk WP Orang Pribadi Usahawan:
1.     Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing;
2.     Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.

Untuk WP Badan :
Mengisi formulir pendaftaran dan menandatanganinya, dengan melampirkan:
1.     Fotokopi Akte Pendirian dan perubahan terakhir (kalo ada)
2.     Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing (formulir terlampir) dari salah seorang pengurus efektif
3.     Surat pernyataan tempat kegiatan usaha dari salah seorang pengurus aktif (formulir terlampir)
4.     Fotokopi surat persetujuan dari BKPM (untuk perusahaan PMA)
5.     Asli surat kuasa dengan meterai (bagi pengurus yang diwakilkan oleh kuasanya)
6.     Fotokopi KTP yang diberi kuasa
7.     Fotokopi NPWP salah satu pengurus (syarat tambahan)

Untuku Orang Pribadi Karyawan :
Mengisi formulir pendaftaran dan menandatanganinya, dengan melampirkan:
1.     Fotokopi KTP ditambah Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing (formulir terlampir)
2.     Fotokopi KITAS/KIMS (bagi WNA)
3.     Fotokopi IKTA/IMTA (Working Permit) bagi WNA
4.     Fotokopi pemberi kerja/sponsor (bagi WNA)
5.      Asli surat kuasa dengan meterai secukupnya (apabila diwakili oleh kuasa)
6.      Fotokopi yang diberi kuasa

Atau melalui perusahan pemberi kerja secara kolektif dengan prosedur sbb:
1.     Perusahaan pemberi kerja membuat daftar nominatif atas karyawannya dilampiri fotokopi karyawan dan menyerahkannya ke KPP
2.     KPP akan meneruskan nominatif tersebut ke Direktorat Informasi Perpajakan untuk diterbitkan NPWP dan SKT
3.     NPWP dan SKT tersebut akan diserahkan ke karyawan melalui pemberi kerja.

Untuku Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas :
Mengisi formulir pendaftaran dan menandatanganinya, dengan melampirkan:
1.     Fotokopi KTP
2.     Fotokopi KITAS/KIMS (bagi WNA)
3.     Surat pernyataan tinggal /domisili dari ybs apabila WNA (formulir terlampir)
4.     Surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari Wajib Pajak (formulir terlampir)
5.      Fotokopi kontrak sewa tempat usaha
6.     Asli surat kuasa dengan meterai secukupnya (apabila diwakili oleh kuasa)
7.     Fotokopi yang diberi kuasa

Orang Pribadi yang diwakilkan
Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.


Tempat Pendaftaran :
Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak.
(untuk semua wajib pajak baru)

Jangka Waktu Penyelesaian :
Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama pada hari kerja berikutnya sejak permohonan dan persyaratan diterima KPP secara lengkap dan tanpa biaya apapun atauGratis.

Pemindahbukuan Wajib Pajak


PEMINDAHBUKUAN WAJIB PAJAK
Pemindah Bukuan (Pbk) merupakan salah satu cara dalam melakukan pembayaran pajak. Pemindahbukuan dapat dilakukan antar jenis pajak yg sama atau berlainan, dari masa atau tahun pajak yang sama atau berlainan, untuk WP yang sama atau berlainan, dalam KPP yang sama atau berlainan.

Tatacara dan Syarat :
WP mengajukan surat permohonan pemindahbukuan yang ditandatangani oleh Wajib Pajak/Pengurus Perusahaan yang berhak atau kuasanya dengan melampirkan :
1. Asli SSP lembar ke-1 yang dimohonkan untuk dipindahbukukan
2. Asli Pemberitahuan Impor Barang / PIB dalam hal Pbk untuk pembayaran PPh Ps 22 atau PPN Impor)
3. Daftar Nominatif WP yang menerima pemindahbukuan (untuk pemecahan SSP oleh bendaharawan/pemotong/pemungut)
4. Surat pernyataan bahwa atas kelebihan pembayaran yang akan dipindahbukukan belum pernah dikompensasikan ke utang pajak atau ke jenis pajak lain (dalam hal alas an Pbk karena kelebihan setor/bayar)

Jangka Waktu Penyelesaian :
1. Setelah persyaratan dipenuhi oleh WP
2. Setelah diperoleh jawaban klarifikasi data dari pihak ketiga (Bank Persepsi, KPP Lokasi, Bea Cukai)

Pengembalian Pendahuluan Pajak


PENGEMBALIAN PENDAHULUAN PAJAK
Pengembalian Pendahuluan WP Syarat Tertentu :
Selain pengembalian pendahuluan untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, UU Nomor 28 Tahun 2007, melalui Pasal 17D, juga memperkenalkan pengembalian pendahuluan untuk Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu. Mekanisme pengembalian antara keduanya sama saja yaitu dengan melakukan penelitian terhadap permohonan Wajib Pajak. Jangka waktu penyelesaiannya pun sama yaitu 3 bulan untuk Pajak Penghasilan dan 1 bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika WP dengan persyaratan tertentu sudah mendapatkan pengembalian pendahuluan kemudian diperiksa ternyata diterbitkan SKPKB, sanksi yang dikenakan juga kenaikan 100%, sama halnya dengan kasus untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.
Persyaratan Tertentu
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan diatur dalam Pasal 17D ayat (2) UU KUP, yaitu :
1.      Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
2.      Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
3.      Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
4.      Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
Berdasarkan Pasal 17D ayat (3), batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar di atas diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur masalah ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009.
Berdasarkan ketentuan ini, persyaratan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dengan :
1.      jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak sama dengan batasan peredaran usaha Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto;
2.      jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan kurang dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah);atau
3.      jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak 0,5% (setengah persen) dari jumlah peredaran usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Untuk Wajib Pajak badan yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Wajib Pajak badan dengan :
1.      jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
2.      jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Untuk Pengusaha Kena Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan:
1.      jumlah penyerahan menurut SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai untak suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah); dan
2.      jumlah lebih bayar menurut SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah).
Ketentuan Pelaksanaan
Ketentuan pelaksanaan pengembalian pendahuluan untuk Wajib Pajak dengan Persyaratan Tertentu ini adalah :
·         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009
·         Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 40/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu

Pengembalian Pendahuluan WP Kriteria Tertentu :
Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 pada 1 Januari 2001, UU KUP memperkenalkan istilah pengembalian (restitusi) pendahuluan. Istilah pengembalian pendahuluan ini, yang diatur dalam Pasal 17C UU KUP, mengandung arti bahwa untuk Wajib Pajak (dengan kriteria tertentu) boleh meminta pengembalian atau restitusi tanpa perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Mekanismenya hanya dengan penelitian saja kemudian diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP). Jangka waktunyapun terhitung singkat yaitu 3 bulan untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan 1 bulan untuk Pajak Peryambahan Nilai (PPN). Bandingkan dengan jangka waktu 12 bulan jika dengan mekanisme biasa untuk melakukan restitusi.
Dengan adanya mekanisme pengembalian pendahuluan pajak ini, fihak Wajib Pajak dan fihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sama-sama diuntungkan. Bagi Wajib Pajak yang patuh dan taat pajak, mekanisme ini akan menguntungkan dari sisi cashflowkarena tidak perlu menunggu lama untuk meminta pengembalian atau restitusi pajak. Sementara bagi DJP, mekanisme ini dapat menghemat tenaga pemeriksa pajak sehingga energi pemeriksa tidak hanya dihabiskan untuk melakukan pemeriksaan lebih bayar tetapi juga untuk melakukan penggalian potensi pajak terhadap Wajib Pajak yang masih rendah tingkat kepatuhan dan ketaatannya terhadap ketentuan pajak.
Agar kemudahan ini tidak disalahgunakan oleh Wajib Pajak yang berniat tidak baik, UU KUP memberikan ancaman sanksi berupa kenaikan 100% jika berdasarkan hasil pemeriksaan tenyata terhadap Wajib Pajak ditebitkan SKPKB. Dengan demikian, hanya Wajib Pajak yang memang taatlah yang akan menggunakan kemudahan ini.
Kriteria Tertentu
Seperti dijelaskan di atas, Wajib Pajak yang dapat menggunakan mekanisme pengembalian pendahuluan ini adalah Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. Kriteria ini dijelaskan dalam Pasal 17C ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2007, yaitu :
1.      tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan
2.      tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
3.      Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut
4.      tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir
Termasuk dalam pengertian kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
1.      tepat waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan dalam 3  tahun terakhir;
2.      dalam Tahun Pajak terakhir, penyampaian SPT Masa untuk Masa Pajak Januari sampai dengan November yang terlambat tidak lebih dari 3 Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut; dan
3.      SPT Masa yang terlambat di atas telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa Masa Pajak berikutnya.
Bahwa Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak adalah keadaan pada tanggal 31 Desember. Utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan tidak termasuk dalam pengertian tunggakan pajak
Ketentuan Pelaksanaan
Ketentuan teknis tentang tatacara penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria tertentu serta prosedur penerbitan SKPPKP diatur dalam :
·         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
·         Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 1/PJ./2008 Tentang Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dan Prosedur Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak


PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK (RESTITUSI)
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan WP tidak punya hutang pajak lain.
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak :
  • Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
  • - Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
. Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang,
. Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN, maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak keluaran setelah dikurangi Pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut.
> Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
> Surat ketetapan pajak diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
> Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.
Pengembalian Pendahuluan
  1. WP dengan criteria tertentu dapat mengajukan restitusi dan Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
  2. Surat Keputusan Pengambalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
  3. Wajib Pajak dengan criteria tertentu adalah WP yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan syarat :
    1. SPT disampaikan tepat waktu dalam 2 (dua) tahun terakhir.
    2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
    3. Tidak pernah dijatuhi hukuman tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
    4. Laporan Keuangan diaudit oleh akuntan public atau BPKP dengan :
-Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau pendapat Wajar Dengan
Pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi
laba rugi fiscal,
-Laporan audit disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan
menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiscal,
  1. Wajib Pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit akuntan public, juga dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai wajib pajak criteria tertentu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir dengan syarat :
- memenuhi criteria huruf a, b, dan c, dan syarat lainnya yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
  1. Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak yang memenuhi criteria tertentu setiap bulan Januari
  2. Wajib Pajak yang penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui karena berkaitan dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi persyaratan WP criteria tertentu, dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN.
  3. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan paling lambat 3 (tiga) bulan untuk PPH dan 1 (satu) bulan untuk PPN, sejak permohonan diterima lengkap.
  4. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak berupa SKPKB atau SKPLB atau SKPN dalam jangka waktu 10 tahun, terhadap WP yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
  5. SPKB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

Pemantauan Penerimaan Pajak


PEMANTAUAN PENERIMAAN
Berdasarkan Surat Direktur Jendral Pajak, nomor  S - 230/PJ.41/2004
Pengamanan Penerimaan Wajibn Pajak atau Intensifikasi penerimaan dapat dilakukan melalui melalui :
a.       Pemantauan atas WP-WP Orang Pribadi sebagai Public Figure misalnya calon Presiden/Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Walikota/Bupati, anggota DPR/DPRD, dan lain sebagainya dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
b.      Pemantauan dan pengawasan terhadap WP-WP Orang Pribadi sebagai berikut :
·         Orang Pribadi yang mengadakan acara-acara/kegiatan yang termasuk mewah seperti pesta-pesta pernikahan yang dilakukan digedung/tempat mewah seperti hotel, balai sidang, auditorium dan lain sebagainya;
·         member/keanggotaan golf;
·         Pemilik rumah mewah/vila mewah/kondominium/apartemen. Untuk itu diinstruksikan para Kepala KPP agar berkoordinasi dengan KPPBB di wilayahnya masing-masing untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan hal tersebut terutama dengan menceknya  dalam buku 3, 4, dan 5;
·         Dokter yang melakukan praktek di rumah atau memiliki tempat praktek sendiri;
·         Pemilik mobil mewah & motor besar;
·         Orang pribadi yang membayar tagihan telepon di atas Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) sebulan;
·         Orang Pribadi yang berlangganan listrik dengan daya di atas 3,5 kVA;

c.       Peningkatan pengawasan angsuran masa PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang angsurannya termasuk kecil tetapi potensial dan dalam dua tahun terakhir ini tidak mengalami kenaikan yang berarti. Terhadap WP tersebut agar diteliti kewajaran pembayaran pajaknya, menindaklanjuti dengan  himbauan agar menyetor pajaknya sesuai kewajaran, dan/atau penerbitan STP sesuai ketentuan yang berlaku.

d.      Pengawasan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu khususnya terhadap WP OPPT yang potensial, dan bagi WP yang tidak/belum/kurang setor PPh Pasal 25 agar dihimbau untuk segera setor dan/atau diterbitkan STP sesuai ketentuan yang berlaku.

e.       Melakukan himbauan terhadap WP Orang Pribadi yang termasuk dalam daftar Wajib Pajak Besar yang tidak/belum/kurang menyetor PPh Pasal 25 agar segera menyetor dan/atau menerbitkan STP sesuai ketentuan yang berlaku.

Pelaporan Usaha Wajib Pajak



PELAPORAN USAHA WAJIB PAJAK
Berdasarkan Pasal 2 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012, Wajib Pajak  badan dan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha yang memenuhi ketentuan sebagai PKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Siapa Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan PKP? Berdasarkan Pasal 1 UU PPN 1984, PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Namun demikian, Pengusaha Kecil dikecualikan dari kewajiban melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Artinya, Pengusaha Kecil boleh memilih untuk dikukuhkan PKP atau tidak.
Batasan Pengusaha Kecil berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp600.000.000,00.
Batas Waktu Pelaporan Kegiatan Usaha :
Kapan batas waktu pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP? Jawabannya ada di Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010.  Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00.
Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak  tersebut dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 600.000.000,00. Contoh, jika omzet Rp600.000.000,00 terlampaui di bulan Maret 2012, maka batas waktu pelaporan kegiatan usahanya adalah pada tanggal 30 April 2012.
Tempat Pelaporan Kegiatan Usaha :
Tempat bagi Wajib Pajak  di atas untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah di :
  1. Kantor Pelayanan Pajak  (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak; atau
  2. Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Tempat pelaporan usaha di KPP tertentu ini adalah untuk Wajib Pajak tertentu yang pengadministrasian nya tidak didasarkan pada wilayah, tapi misalnya pada jenis Wajib Pajaknya atau memang ditentukan seperti Wajib Pajak yang terdaftar di KPP LTO, KPP Madya, atau KPP di lingkungan Kanwil Khusus.
Wajib Pajak yang melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan melalui permohonan tertulis.  Berdasarkan permohonan tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan pengukuhan PKP paling lambat 5 hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. Proses pengukuhan PKP ini dilakukan melalui kegiatan verifikasi.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India